Foto Ist/Ilustrasi
EKSKLUSIF.CO - Kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB masih bergulir, tetapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya terus mengungkap kisah-kisah yang membuat publik semakin muak. Bahkan, KPK, melalui Pelaksana Tugas Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) masih menyelidiki aliran dana kepada mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan istrinya, Atalia Praratya.
"Kalau keluarganya (Ridwan Kamil) sudah kami lakukan. Tentunya, juga kami minta data-data terkait kekayaaanya dan lain-lain," kata Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, seperti dikutip Antaranews, awal Oktober lalu, Rabu (1/10/2025).
Asep menjelaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana dari kasus korupsi BJB yang terjadi selama periode 2021-2023. Ia tidak menjelaskan secara rinci temuan PPATK tersebut, hanya memberikan penjelasan mengenai arus kas masuk dan keluar uang.
"Tentu menyangkut dengan PPATK. Kami lihat cash plow-nya (arus kas), keluar masuk uang, dan lain-lain gitu ya," imbuhnya.
Asep menegaskan kembali bahwa pihaknya (Komisi Pemberantasan Korupsi) memprioritaskan penelusuran aliran dana dalam kasus Bank BJB yang terkait Ridwan Kamil.
"Baru nanti kami lihat apakah masih memerlukan keterangan dari keluarganya atau tidak," ujar Asep.
Seperti diketahui, Kasus korupsi pengadaan iklan Bank BJB ini telah lama ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan pada maret 2025 lalu kpk telah merilis sejumlah nama tersangka yakni YR Direktur Utama Bank BJB, WH Pimpinan Corsec (Diisi Corporate Secretary) sekaligus sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), ID pengendali Agensi AM dan CKM, S pengendali Agensi BSC adertesing dan WBSE, serta SJK pengendali Agensi CKMB dan CKSB).
Sebagaimana diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah lama menangani kasus korupsi pengadaan iklan Bank BJB. Bahkan, pada Maret 2025, KPK telah merilis beberapa nama tersangka, yaitu YR, Direktur Utama Bank BJB, WH, Pimpinan Divisi Corsec (Divisi Corporate Secretary) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ID, pengendali Agensi AM dan CKM, S, pengendali Agensi Periklanan BSC dan WBSE, serta SJK, pengendali Agensi CKMB dan CKSB).
Dalam kasus ini, Bank BJB mengeluarkan biaya promosi umum dan produk bank yang dikelola oleh Divisi Corsec sebesar Rp409 miliar pada tahun 2023, 2022, dan semester pertama tahun 2023. Biaya tersebut digunakan untuk penayangan iklan di media televisi, cetak, dan online melalui kerja sama agensi. Proses penunjukan agensi tersebut diduga melanggar peraturan pengadaan barang dan jasa.
Pada kasus ini, terungkap beberapa fakta yang mengejutkan berbagai pihak. Fakta-fakta tersebut antara lain terdapat selisih antara uang yang diterima agensi dari pembayaran pembiayaan Bank BJB dengan jumlah uang yang dibayarkan agensi kepada media, yaitu sebesar 222 miliar. Uang tersebut kemudian digunakan sebagai dana non-budggeter oleh Bank BJB, yang mana, persiapan dan penggunaannya telah disetujui oleh YR bersama WH.
Menurut keterangan resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), YR dan WH diduga mengetahui dan/atau mempersiapkan pengadaan jasa agensi tahun 2021 s/d 2023. Mereka (YR dan WH) memerintahkan pengguna barang untuk mencapai kesepakatan dengan jasa agensi terkait penggunaan kicback. Mereka (YR dan WH) juga diduga mengetahui dan/atau memerintahkan panitia pengadaan untuk memenangkan rekanan yang telah disepakati, serta mengetahui penggunaan dana yang menjadi dana non-budgeter Bank BJB.
Untuk menghindari pelelangan, PPK diduga melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa dengan membuat dokumen HPS bukan berupa nilai pekerjaan melainkan berupa nilai fee agensi.
Selain itu, PPK juga memerintahkan panitia pengadaan untuk tidak melakukan verifikasi dokumen penyedia sesuai prosedur, dan membuat penilaian tambahan setelah pemasukan penawaran, sehingga mengakibatkan terjadinya post bidding. (Ris).



No comments:
Post a Comment